un-Titled… [1]

Posted: Juli 25, 2012 in twoshoot
Tag:

kali ini aku kembali bawa cerita baru. sekarang giliran kakek Suho (eh salah, ampun oppa!) maksudnya bagian si Suho. aduuh maaf ya ceritanya berantakan. soalnya gw udah stuck kelamaan liburan ini. mianhae 😦

“Hmm, neomu mashita!”

BRUKKKK!!!

“KYAAA!!! ES KRIMKU!!!”

Seseorang menabrak Seo Yeon dari belakang dan membuat es krim Seo Yeon jatuh di kausnya. Lalu orang itu terus berjalan dengan bukunya yang terus ia baca. Tidak merasa terjadi sesuatu.

“YA! ORANG GILA! ES KRIMKU TUMPAH!!!” umpat Seo Yeon. Tetapi orang itu tidak menoleh sama sekali walaupun jarak mereka tidak jauh. “YA! PABO NAMJA!!!”

Tiba-tiba sesosok namja langsung menghampiri Seo Yeon dan langsung membungkuk di hadapannya, “Ah agassi, mianhae, agassi! Mianhae!”

“YA! MEMANG SEHARUSNYA KAU MINTA MAAF! KAU MENUMPAHKAN ES KRIMKU!!!”

“Arra, arraseo. Aku memang salah, agassi,” ujar namja itu. “Kau tunggu disini saja. Aku akan mencari penggantinya.” Lalu dia melirik es krim Seo Yeon yang kini telah menodai kausnya, “Kebetulan, aku tahu es krim itu. Aku juga suka membelinya.”

“PPALI!!!” omel Seo Yeon. Namja itu langsung berlari mengejar penjual es krimnya. “HEI PENJUAL ES KRIIMMM!!! TUNGGU AKU!!!”

Seo Yeon pun menunggu namja itu. Lima belas menit, kemudian namja yang menabrak Seo Yeon tadi menghampirinya sambil memegang sebuah es krim dengan napas yang terengah-engah, “Hahhh. Agassi, ini es krimmu! Uangnya tidak usah diganti. Ini semua salahku. Mianhae.”

Seo Yeon menerima es krimnya, “Hmm, gomawo. Ne, memang sepantasnya kau yang meminta maaf padaku. Berjalan tidak melihat lingkungan sekitar.”

Namja itu membungkukkan badannya di hadapan Seo Yeon, “Sekali lagi, mianhae, agassi. Jeongmal mianhae.” Seo Yeon mengangguk, “Ne, ne, kumaafkan,” dan memakan es krimnya.

“Kalau begitu, perkenalkan, Kim Joon Myeon imnida,” ujar namja itu tiba-tiba. Sontak alis Seo Yeon terangkat, heran, dan menghentikan kegiatan memakan es krimnya. Seo Yeon membuka mulutnya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi namja bernama Joon Myeon itu langsung menyelanya, “Ah, sudah dulu ya. Annyeong!” Dan namja itu berlalu, meninggalkan Seo Yeon.

“Mwo? Kenapa dia memperkenalkan diri padaku? Melihat namja itu saja baru hari ini,” pikir Seo Yeon. “Haah, namja aneh.” Dan Seo Yeon pun kembali menikmati es krimnya sambil berlajan menuju rumahnya.

***

SUHO’S POV

“Joonmyeon ya! Kenapa kau pulang terlambat lagi hah!?”

“Aaa, Minseok hyung, mianhae. Tadi ada keperluan penting di kampus,” jawabku. Seperti biasa, Minseok hyung, atau Xiumin hyung, ah lebih keren lagi Baozi hyung sudah menungguku di depan pintu seperti satpam.  “Keperluan? Di kampus? Jinjja?” tanyanya. Alisnya yang sangat tebal itu kini menunjukkan raut kecurigaan. Aku mengangguk malas, “Ne, hyung.”

“Tapi kata Luhan kau tidak ada kegiatan tambahan hari ini,” ujar Xiumin. Bingo! Luhan hyung lagi, Luhan hyung lagi. Kenapa harus ada Luhan hyung di dunia ini? Kenapa Luhan hyung juga harus satu kos denganku… semua rahasia pasti diketahuinya. Aku menghela napas, “Ah hyung, kau tidak perlu tahu. Kau bukan leader disini. Aku dan Wufan hyung leadernya.”

“Tapi aku yang paling tua disini!” balas Xiumin. Aku mendengus, “Terserahlah,” gumamku. Aku langsung berjalan, memunggungi Xiumin hyung menuju meja makan.

“Aaah, Thuho hyung thudah datang!” kata Sehun yang sudah duduk di meja makan dan melihat kehadiranku. Aku tersenyum padanya. Tiba-tiba sperti biasa Wufan hyung, atau Kris hyung menatapku tajam, “Joonmyeon, kau dari mana?”

“Engg, ada keperluan,” jawabku asal. Mereka mengangguk sambil bergumam ‘ooh’ pelan, tetapi Kris hyung menatapku curiga. Sementara Luhan hyung tertawa sendiri. Tak kuhiraukan tatapan Kris hyung. Luhan hyung? Aissh, pasti dia tahu yang sebenarnya.

“Luhan hyung! Kenapa kau tertawa!? Sepertinya kau tahu sesuatu, hyung. Jebal, beritahu kami,” kata Baekhyun yang duduk berhadapan dengan Luhan dan menyadari sikapnya. Luhan langsung berhenti tertawa dan menggeleng, “Anhi, ini hanya urusan pribadiku. Jadi tak perlu kuberitahu.” Baekhyun langsung mengembungkan pipinya, “Pelit,” gumamnya.

“Ah sudahlah, lebih baik kita makan saja. Aku lapar!” ujarku tiba-tiba. Dan dengan ucapanku, mereka semua langsung makan. Tentu saja, aku kan leader. Aku duduk di sebelah Jongin—atau Kai—dan makan bersama mereka dengan lahap. Ya, aku kelaparan karena es krim tadi.

Setelah semua selesai, kami semua melakukan kegiatan masing-masing. Ada yang sibuk bermain playstation, ada yang membaca buku, atau ada yang langsung ke kamar. Sementara aku berada di atap rumah kos dan duduk sambil membaca buku catatan akutansiku. Ya, aku adalah mahasiswa jurusan akutansi di Universitas Korea. Besok aku akan menjalankan ulangan akhir semester.

“Boleh aku mengganggumu, Joonmyeon?” Suara itu otomatis mengagetkanku yang sendirian di atap. Aku mendongak mencari sumber suara. Ternyata Luhan hyung yang sudah ada di hadapanku. Aku mengangguk, “Umm ne, kenapa kau kesini, hyung? Ada perlu denganku?”

Luhan hyung langsung duduk di sampingku. Aku menutup buku catatanku. Luhan hanya menatapku, lalu tertawa. Aku menatapnya heran, “Ya, hyung! Sekarang kenapa kau tertawa sendiri!? Ah, pasti kau tahu sesuatu tentangku.”

Luhan menatap langit, “Membelikan es krim kepada yeoja yang kau lihat selama satu minggu, dan ternyata yeoja itu galak,” ujar Luhan. Lalu kembali tertawa, “Haha, bagaimana aku tidak tertawa. Itu alasanmu kenapa kau selalu pulang terlambat seminggu terakhir ini kan? Tidak mungkin kau latihan mengendalikan air di Sungai Han pada sore hari. Tapi kau melihat yeoja itu selalu berkeliaran di pinggiran Sungai Han… sepertinya kau mengalami cinta pada pandangan pertama, Joonmyeon.”

Aku terdiam, “Entahlah, hyung. Sejak pertama kali aku melihat yeoja itu, aku selalu ingin melihatnya terus. Kurasa dia memiliki sesuatu.”

“Jinjja?” Luhan membelalakkan matanya. Aku menatapnya heran, “Kenapa kau berkata itu, hyung? Seharusnya kan kau tahu siapa dia. Aku saja tidak tahu namanya.”

“Molla,” Luhan mengangkat kedua bahunya. “Aku kan tidak bisa membaca pikiran orang yang belum kukenal. Sudah, aku tidak ingin mengganggumu belajar! Belajar yang rajin!” Luhan pun langsung meninggalkanku. Kini aku kembali sendiri dan aku melanjutkan kegiatan membaca catatanku.

Aku menatap langit sesaat. Memang benar apa yang dikatakan Luhan hyung. Yeoja yang tadi tak sengaja kutabrak dan kubelikan es krim adalah yeoja yang seminggu terakhir ini kulihat. Untuk kejadian tabrakan tadi, engg, sebenarnya aku agak sengaja melakukannya. Biar aku bisa melihat sosok yeoja itu dari dekat. Ah, bukan! Aku bukan seorang psikopat. Bukannya itu cukup wajar? Aku saja masih bersikap waras saat menghadapinya. Biasanya yeoja itu selalu bersepeda. Tetapi sore tadi sepertinya dia tidak mengendarai sepedanya sama sekali. Aku sebenarnya bingung kenapa harus memperhatikan yeoja itu. Walaupun dia tidak terlalu cantik dan ternyata cukup galak. Justru hal itu membuatku penasaran siapa dia. Ah sial, kenapa aku ini.

Oh ya, untuk hari ini: aku bisa memperkirakan kalau dia sangat suka es krim, dan aku sudah memperkenalkan diriku padanya.

***

“SUHO OPPA! SUHO OPPA!”

Aku menoleh. Aish yeoja itu lagi. Aku mendengus kesal, “Aah Jiyong, gwenchana?”

Jiyong langsung menghampiriku, “Suho oppa, ayo temani aku makan.”

Aku mengerutkan alis, “Anhi, aku ada keperluan lain. Aku ada kelas sebentar lagi.” Aku langsung meninggalkannya tetapi Jiyong langsung menahanku dengan tangannya, “Oppa, jebal. Bukannya selama ini kau ingin makan bersamaku?”

Aku berbalik menatapnya, lalu tersenyum sinis, “Makan bersamamu? Ah, ne! Tapi itu dulu, Lee Jiyong. Sekarang aku tidak merasa lapar sama sekali. Sudah, lepaskan!” Jiyong langsung melepas  tanganku. Aku langsung meninggalkannya. “Lain kali kita makan bersama ya, oppa!” serunya dari belakang. Aku tetap berjalan sambil menghela napas. Tidak akan pernah untuk yeoja itu. dasar yeoja aneh!

***

“Kau namja yang menabrakku kemarin kan?”

Yeoja itu langung menghampiriku dengan sepeda yang sekarang sedang dituntunnya. Aku mengangguk, ternyata dia ingat wajahku. Ah, tentu saja! Itu kan baru kemarin. Sekarang aku duduk di samping yeoja itu di pinggir sungai Han, tempatku selalu melihat yeoja itu.

“Namamu… Kim… Joon…”

“Kim Joon Myeon,” balasku, “Namamu?”

“Aku?” Dia menunjuk dirinya sendiri. Aku mengangguk sambil tersenyum. Dia langsung memasang wajah ragu, “Unggg namaku…”

“Ah, jangan khawatir, agassi. Aku bukan orang jahat kok. Kalau kau tidak ingin memberitahu namamu juga tidak apa-apa,” ujarku untuk menghilangkan ketakutannya. Dia menggeleng, “Anhi, Joonmyeon-ssi. Choneun Park Seo Yeon imnida.”

“Park Seo Yeon,” ulangku. Seo Yeon mengangguk, “Ne.”

“Joonmyeon-ssi. Engg, terima kasih es krim yang kemarin. Aku minta maaf telah memarahimu kemarin. Aku terbawa emosi,” ujar Seo Yeon. Aku langsung menggeleng, “Anhi, justru aku yang harusnya minta maaf. Aku terlalu fokus pada bukuku sehingga aku menabrakmu.”

“Apa perlu kuganti es krimnya?” tanya Seo Yeon. Aku menggeleng, “Tidak perlu.” Tiba-tiba ada suara seseorang yang sepertinya memanggil namaku. “SUHO OPPA!!! SUHO OPPA!!!” Suara iru terus berulang dan semakin keras, “SUHO OPPA!!! Ah, disini kau rupanya.”

“Jiyong!?” Aku terbelalak kaget, “Apa yang kau lakukan disini?”

“Mencarimu,” jawab Jiyong singkat. “Kaja, oppa!” Jiyong langsung menarik tanganku. Tapi aku tetap bertahan di tempat, “Kaja?”

“Temani aku jalan-jalan, oppa! Aku tidak punya teman untuk diajak jalan-jalan,” ujar Jiyong. Aku tetap bertahan di tempat, “Kalau tidak ada, lebih baik kau di rumah saja. Aku tidak bisa kemana-mana sekarang. Aku ada keperluan penting bersama teman-teman satu kosku.”

Jiyong langsung melepas tanganku, “Ooh begitu, arraseo. Tapi lain kali temani aku jalan-jalan ya, oppa.” Jiyong langsung pergi meniggalkanku dan Seo Yeon. Soe Yeon langsung bertanya padaku, “Joonmyeon-ssi, itu adikmu?” Aku menggeleng. “Pacarmu?” tebaknya lagi. Sekali lagi aku menggeleng, “Anhi, dia hanya teman kuliahku.”

“Teman kuliah?” ulang Seo Yeon, “Wah, ternyata aku lebih tua darimu, Joonmyeon-ssi! Aku saja masih kelas 2 SMA.”

“Kelas dua? Ooh, jadi kau harus memanggilku ‘oppa’,” balasku. Kulihat Seo Yeon melihat jam tangannya, “Aah, sudah jam 6 sore, Joonmyeon… oppa. Aku harus pulang ke rumah sekarang. Lain kali kita bertemu lagi ya, oppa. Annyeong!” Seo Yeon lalu pergi dengan mengendarai sepedanya, meninggalkanku sendirian yang masih duduk. Aku menatap langit, hari ini: mengetahui nama yeoja itu dan ternyata dia yeoja yang baik.

***

Esok sorenya, kami berdua duduk bersama di tempat yang sama seperti kemarin. Seperti biasa Seo Yeon mengendarai sepedanya dan menaruh sepedanya di sampingnya.

“Kenapa kau sangat suka bersepeda?” tanyaku. Seo Yeon menjawab dengan senang, “Bersepeda itu hobiku, oppa. Lagipula, aku masih orang baru di daerah ini. Dulu aku tinggal di Gwangju.”

“Memang sekarang kau tinggal dimana?” tanyaku.

“Sangsu-dong,” jawab Seo Yeon. Aku langsung membelalakkan mata, “Sangsu-dong? Wah, itu dekat sekali dengan tempat tinggalku. Aku tinggal di Sinsu-dong.”

“Sinsu-dong? Ne! Itu tidak jauh dari tempat tinggalku. Kemarin aku sempat bersepeda ke daerah itu,” ujar Seo Yeon. Aku terkejut mendengarnya, “Jinjja!?”

“Ne. Setiap hari aku selalu bersepeda berkeliling di tempat sekitarku. Bahkan kadang-kadang sampai malam. Aku tidak ingin buta arah di daerah yang baru kutempati. Oh ya, aku sudah mengetahui hampir semua tempat di daerah sekitar sini,” jawab Seo Yeon. Aku membulatkan kedua mataku, “Berkeliling? Sendiri?”

Seo Yeon mengangguk, “Ne! Pernah satu kali aku bersama oppaku. Tapi itu hanya sekali, sisanya sendiri.” Aku menatapnya aneh, “Kau tidak diomeli orang tuamu?”

“Orang tua?” ulang Seo Yeon. Lalu dia tertawa, “Haha, tidak mungkin! Orang tuaku itu jarang sekali berada di rumah. Mereka suka dinas ke luar negeri. Oppaku sibuk dengan pekerjaannya. Jadi aku sering tinggal sendiri.” Aku langsung menatapnya kasihan. Kenapa anak ini malah tertawa? Ckckck. “Kau tidak merasa kesepian di rumah?”

Kali ini Seo Yeon berubah ekspresi menjadi datar, “Kesepian? Tentu saja, oppa! Tapi aku sudah terbiasa dengan hal ini sejak kecil. Jadi lama-kelamaan menjadi biasa saja.” Aku masih menatap Seo Yeon kasihan. Lalu aku menyunggingkan senyum padanya, “Sebenarnya aku bingung harus bilang apa, Seo Yeon. Hajiman, jangan suka bersepeda sampai malam lagi. Kau tahu, daerah ini tidak begitu aman. Apalagi kau ini seorang yeoja.”

“Tenang saja, oppa. Aku akan baik-baik saja kok,” balas Seo Yeon sambil mengacungkan jempolnya. “Aku juga tahu tempat ini sedikit kurang aman. Tapi untungnya sampai sekarang aku belum pernah bertemu mereka.”

Langit sudah berwarna oranye sekarang, pertanda senja. Sebentar lagi malam. Aku menatap jam tanganku, “Seo Yeon-ah, sepuluh menit lagi sudah jam enam! Cepatlah pulang! Kau tidak boleh pulang sampai malam.” Tetapi Seo Yeon menggelengkan kepalanya, “Shireo, oppa. Temani aku setidaknya sepuluh menit lagi. Tidak ada yang mencariku kok.”

“Tidak bisa,” balasku. “Kau saja baru kenal denganku kemarin. Pulanglah.”

Seo Yeon kini menatapku aneh lalu berkata dengan nada polos, “Oppa? Oppa memang penjahat?”

Aku tertawa, “Anhi, tentu saja tidak. Aku saja juga takut menghadapi penjahat, hehe.” Seo Yeon lalu tertawa kecil dan berdiri, “Arraseo, oppa. Kalau begitu, aku pulang duluan ya.” Seo Yeon lalu melambaikan tangannya, “Annyeong, Joonmyeon oppa!” Aku membalas lambaiannya, “Annyeong, Seo Yeon-ah. Ingat, langsung pulang!”

Seo Yeon mengangguk tersenyum padaku. Dan pergilah ia bersama sepeda yang ia kendarai. Aku kembali sendiri. Ah, lebih baik aku langsung pulang ke rumah. Aku takut Jiyong mendatangiku lagi. Sudaj cukup manakutkan bagiku karena hampir setiap saat dia selalu menghampiriku dan memintaku menemaninya kesana kemari. Untung saja aku punya banyak alasan untuk menolaknya. Benar-benar menakutkan sekali yeoja itu.

***

Esoknya, di waktu dan tempat yang sama…

“Oppa, benarkah kau sudah kuliah sekarang?”

Mwo? Kenapa yeoja ini sekarang bertanya seperti itu? Aku mengangguk, “Ne, aku sudah kuliah sekarang. Wae?”

Kukira dia mnatapku curiga, ternyata dia menatapku takjub, “Jinjja? Oppa, bahkan kukira kau ini masih seusia denganku. Aku masih tidak percaya kalau kau lebih tua dariku, oppa. Aku serius.” Mendengar ucapan Seo Yeon yang seperti itu membuatku jadi salah tingkah. Kini aku menggaruk bagian belakang kepalaku, “Err, jinjja? Oh, kurasa kau terlalu berlebihan, Seo Yeon. Tapi, terima kasih.”

Seo Yeon tersenyum lebar, “Cheonmaneyo, oppa. Geulonde, kau kuliah dimana?”

“Aku? Aku kuliah di Korean University jurusan akutansi,” jawabku. Seketika mata Seo Yeon menjadi lebar, “Waah, neomu daebak!”

“Neo? Dimana SMA-mu, Seo Yeon-ah?” Kali ini aku yang bertanya. Seo Yeon menundukkan kepalanya, “Aku… di SOPA.”

Kali ini aku yang melebarkan mata, “Mwo? SOPA? Itu… aahh. Neo? Daebak!” ujarku. Seo Yeon tersenyum malu. Chakkaman, itu artinya Seo Yeon satu sekolah dengan Kai dan Sehun. “Umm… kalau begitu kau satu sekolah dengan dongsaeng dan chinguku ya, namanya Oh…”

“SUHO OPPA!!!” Suara yang tidak asing lagi bagi telingaku ini terdengar jelas. Aku menoleh ke sumber suara. Seorang yeoja yang memanggilku kini tersenyum lebar. “Jiyong?”

“Oppa, sebaiknya sekarang saja kita kerjakan tugas kelompok kita!” ujar Jiyong. Ah, kenapa aku baru ingat kalau partner tugas kelompokku adalah Jiyong? Aku jadi menyalahkan diri sendiri karena harus mengambil kertas bernama Lee Jiyong tadi. Aah terkutuk kau, gulungan-kertas-bertuliskan-Lee-Jiyong!!! Belum sempat aku berkata apa-apa padanya, dia sudah menarik tanganku saja, memaksaku untuk berdiri. Aku pasrah saja. “Kaja! Kita kerjakan tugasnya sekarang saja.”

Aku mengangguk, “Ne, lebih cepat lebih baik.” Yah memang, setidaknya cukup hari ini saja mempunyai keperluan dengannya. Tidak untuk hari berikutnya, bahkan, tidak untuk selamanya. Aku berdiri dan menoleh ke arah Seo Yeon yang masih duduk. “Seo Yeon-ah, mianhae.”

“Gwenchana, Joonmyeon oppa,” balas Seo Yeon sambil tersenyum, “Tugas kelompokmu lebih penting. Lagipula aku juga baru ingat kalau ada tugas dari sekolah.”

“Kalau begitu, annyeong, Seo Yeon,” aku melambaikan tangan pada Seo Yeon. Seo Yeon membalas lambaianku, “Annyeong Joonmyeon oppa, annyeong Jiyong eonni! Semangat!”

***

Esoknya….

“Kenapa kau selalu kemari, Seo Yeon-ah?”

“Karena aku ingin mencari ketenangan, oppa,” jawab Seo Yeon. “Maksudmu?” tanyaku.

“Ne, di rumah, aku sering sendiri. Banyak yang bilang kalau tidak ada suara itu tenang, tidak ada orang itu tenang. Tapi sebaliknya, aku tidak pernah tenang kalau sendiri. Aku suka keramaian. Di rumah, yang menemaniku hanyalah televisi, playstation, dan internet. Aku sering bosan dengan tiga hal itu. Makanya setiap sore aku selalu bersepeda mengelilingi tempat-tempat di sekitar sini. Mencari keramaian.”

“Mian, memang kau tidak ada…” Aku menghela napas sebentar, “… teman?”

Seo Yeon tertawa, “Ya! Tentu saja aku punya teman! Tapi kami hanya sebatas teman. Aku takut kalau berteman terlalu dekat.” Lalu Seo Yeon terdiam sesaat, “Joonmyeon oppa?”

“Ne?” balasku. Seo Yeon kini menatapku dalam, “Kau tahu oppa, aku sudah menganggapmu sebagai oppaku sendiri. Kau orang yang baik. Aku jadi sering kemari tiap sore karena kau selalu kemari dan menemuiku.”

Bukannya senang, aku malah menatap aneh yeoja ini, “Neo? Wae? Kita saja baru berkenalan tiga hari yang lalu?” Seo Yeon mengangguk, “Ne. Tapi entah kenapa, menurutku, kau benar-benar orang baik, oppa.”

“Kenapa kau bisa bilang begitu?” tanyaku.

“Kau mudah tersenyum. Selama aku berkenalan denganmu, walaupun baru tiga hari, aku melihat tidak ada keterpaksaan saat kau tersenyum. Jadi aku menyimpulkan kalau kau orang yang baik, oppa,” jawab Seo Yeon. Aku semakin menatapnya heran. Aku berpikir sesaat. Hmm, mungkin pertanyaan ini pantas kutanyakan padanya, “Kalau ternyata aku bukan orang baik?”

Seo Yeon terdiam, terlihat sedang memikirkan pertanyaanku barusan. Lalu dia tersenyum lebar. “Aku pasti akan kecewa padamu, oppa. Tapi selain kecewa, aku malah merasa beruntung.”

“Beruntung? Wae?” Kali ini aku yang kebingungan dengan jawabannya yang sepertinya sengaja belum dilengkapinya. Seo Yeon kembali tersenyum, kelihatannya dia senang melihatku bingung, “Wae? Aku merasa beruntung berkenalan denganmu. Walaupun sebenarnya kau bukan orang baik, setidaknya ada yang menggantikan sosok oppa untukku, oppa yang pergi ke Inggris sampai entah kapan sejak kami pindah kemari. Walaupun kita hanya bertemu tiap sore di tempat ini, kau seperti oppaku.”

“Apa oppamu sangat baik padamu, Seo Yeon?” Seo Yeon mengangguk, “Ne, dia baik padaku. Sangat baik! Dia selalu ada bersamaku sebelum dia menjadi pebisnis yang suka ke luar kota atau ke luar negeri. Kau mirip sekali dengannya, Joonmyeon oppa.”

“Kau terlalu yakin,” ujarku.

“Buktinya, Jiyong eonni chingumu itu memanggilmu Suho. Suho, pelindung. Hmm, kau pasti pelindung sejati, oppa. Eonni itu saja memanggilmu Suho. Jadi aku percaya kalau kau orang baik. Lalu kau takut penjahat? Seharusnya kalau kau seorang penjahat kau tidak takut apapun. Tapi aku juga tidak yakin kalau kau seorang penakut.”

Kini Seo Yeon menatap langit sambil tersenyum sendiri, “Jungsoo oppa, bogoshipo.” Aku menatapnya kasihan, anak yang kesepian ternyata. Aku ikut menatap langit. Anak ini, terlalu polos kurasa.

***

SEO YEON’S POV

Aku selalu melihat pemandangan itu. Sebenarnya pemandangan itu agak aneh, bahkan sangat aneh. Terlalu aneh untuk dilihat orang biasa sepertiku. Apa hanya aku yang bisa melihatnya? Apa ada orang lain yang melihat hal ini? Atau semua ini hanya khayalanku? Mungkin saja ini hanya khayalanku.

Tapi tidak. Apa yang kulihat selama ini, selama seminggu terakhir ini, adalah kenyataan. Saat pertama kali aku melihatnya, aku langsung mencubit tangan dan pipiku sekeras mungkin. Dan hasilnya sakit. Jadi, langsung kusimpulkan bahwa apa yang kulihat bukanlah rekayasa, bukan dari khayalanku. Apa yang kulihat ini benar-benar sungguhan.

Inilah alasannya kenapa aku suka keluar rumah pada malam hari semenjak aku dan keluargaku pindah rumah ke daerah ini. Bahkan pernah suatu hari aku baru tiba di rumah hampir tengah malam. Biasanya yeoja yang pulang semalam itu selalu terkena omelan dari orang tuanya. Tapi tidak untukku. Tidak ada yang mengomeliku sama sekali. Orang tuaku hampir selalu bekerja di luar kota atau daerah lain yang jauh dari rumah kami. Sedangkan oppaku, sekarang dia sudah bekerja dan sama seperti orang tuaku, seringkali dia bekerja di tempat lain yang terkadang jauh dari rumah. Maklum, orang tuaku adalah seorang dokter relawan yang suka bertugas di daerah terpencil. Sedangkan oppaku adalah seorang businessman yang sangat sibuk. Jadilah aku tinggal sendirian di rumah. Walaupun aku sering tinggal sendiri, aku masih bisa mengendalikan diri. Tidak seperti anak lain kebanyakan, yang selalu mencari kesenangan sendiri dengan cara yang tidak benar. Ah, kau pasti tahu kan maksudku.

Sekarang aku berada di tempat yang sama, selalu begitu. Tempatku mengobrol dengan Joonmyeon oppa tiga hari terakhir ini. Aku memang selalu berada disini setiap malam. Menunggu yang biasa kulihat terjadi.

Dan voila! Yang kutunggu akhirnya datang juga. Kali ini air itu membentuk pusaran seperti angin tornado. Aku melihatnya dengan takjub. Lalu berubah bentuk menjadi, bentuk naga. Aigoo… kali ini bentuk naganya keren sekali! Bahkan bisa dibilang sempurna. Karena kemarin-kemarin bentuk naganya tidak begitu sempurna. Dan sekarang bentuknya menjadi bola air yang cukup besar, lalu bola air itu tiba-tiba jatuh ke sungai dengan hentakan yang cukup keras sehingga air di sungai itu terhentak ke atas seperti air mancur. Ini benar-benar keren!

Setelah itu tidak ada lagi bentukan-bentukan air yang tidak biasa. Aku melihat dari jauh orang yang sepertinya membuat bentuk-bentuk aneh air itu. orang itu serba hitam. Bahkan aku tidak bisa melihat wajahnya sama sekali. Aah ternyata pertunjukannya sudah selesai. Aku langsung mengambil sepedaku dan kukayuh sepedaku menuju rumah. Sudah sepi. Tempat ini selalu sepi. Mungkin itu alasan orang itu memakai tempat ini untuk menyalurkan keahliannya mengendalikan air.

Baru kukayuh sepedaku sebentar, aku langsung dicegat oleh tiga namja tak dikenal yang jalannya agak sempoyongan. Membuatku terpaksa mengerem sepedaku.

“Halo, agassi,” ujar salah satu namja. Namja itu tinggi, kurus, dan mata dan pipinya merah. Aku langsung memutar balik sepedaku. Tetapi stang sepedaku ditahan oleh seorang namja lainnya, “Ya! Kau mau kemana?”

Sial! Aku mengecek jam tangaku, jam sebelas. Biasanya aku tidak pernah bertemu orang seperti ini. Tapi sekarang…

“Agassi…” Astaga! Kenapa sekarang aku dikelilingi mereka bertiga. Parahnya, jarak mereka semakin dekat denganku. Aku mencoba mengayuh sepedaku menerobos mereka. Tapi tiba-tiba salah satu namja menarik menarik paksa tanganku dari sepeda sehingga aku tidak berada di sepeda lagi. Aku berusaha melawannya, tapi kekuatan namja ini jauh lebih besar dariku. “Kau tidak bisa pergi, agassi.”

Kini aku sudah beradu punggung dengan pohon. Sekarang tiga namja itu sudah mengelilingiku. Tatapan mereka sangat mengerikan, seolah mereka ingin memakanku. Sebenarnya aku bisa saja melawan mereka. Tetapi aku tidak tahan dengan bau alkohol mereka, membuatku ingin muntah. Dan entah kenapa aku merasa semua badanku terkunci. Aku tak ada ide. Tidak ada yang bisa kulakukan. Kenapa bisa begini, eotthoke? Aku hanya menatap mereka pasrah. Dan salah satu dari mereka langsung mendekati wajahku dan melakukan sesuatu yang membuatku kaget.

Dia menciumi bibirku dengan paksa dan kasar. Aku berusaha mendorong badannya, tapi tak ada gunanya. Kekuatannya lebih besar dariku. Dia terus melakukannya, lebih parah. Aku hampir kehabisan napas.

“Emmh… emmhh…”

“YA! APA YANG KALIAN LAKUKAN!?”

Tiba-tiba namja itu berhenti menciumiku. Mataku tertutup. Aku merasa kehabisan oksigen sekarang. Hanya satu yang kuingat.

Aku mendengar suara air.

***

Aku membuka kedua mataku. Terang. Terangnya berasal dari lampu. Aku melihat sekeliling, tunggu! Ini sama sekali bukan rumahku! Dimana aku sekarang!? Aku mengecek jam tangan, tidak ada! Aigoo… dimana jam tanganku!? Sekarang ini rumah siapa!? Tunggu, apa ini rumah ketiga namja tadi? Apa ini rumah salah satu namja tadi? Aishh, matilah aku.

“Cepat sekali kau sadar, Seo Yeon-ah.” Suara itu sontak membuatku menutup mata, “Ampun, seogsa! Jangan siksa aku! Pulangkan aku sekarang juga! Jebal, seogsa!”

“Ya! Buka matamu, Seo Yeon-ah!” Suara itu? Hei, sepertinya suara ini tidak terlalu asing di telingaku. Perlahan aku membuka mataku. Benar saja, orang itu sangat tidak asing bagiku, “Joonmyeon oppa?”

***

AUTHOR’S POV

“Joonmyeon oppa?”

Suho tersenyum, “Ne, ini aku. Syukurlah kalau kau sudah sadar sekarang.”

Seo Yeon melihat sekeliling, “Dimana mereka?” Suho mengangkat alisnya, “Mereka? Ooh pemabuk tadi. Sekarang kau ada di rumahku, Seo Yeon. Mian, aku tidak tahu rumahmu dimana. Mereka sudah tidak ada.” Lalu Suho terdiam sesaat dan kemudian bicara lagi, “Ya! Sudah kubilang! Kau ini yeoja! Kau tidak boleh pulang malam. Kau tahu!? Sekarang sudah jam 12!”

Seo Yeon tertunduk, “Ne, aku tahu oppa. Aku tidak mendengar perkataan oppa waktu itu. Mian. Habis aku sudah terbiasa berada di tempat itu setiap malam. Aku suka melihat air yang bergerak-gerak aneh di sungai dekat situ. Aku selalu menontonnya tiap malam sendiri.”

***

SUHO’S POV

DEG!!! Yeoja ini… Seo Yeon… apa yang dia maksud itu dia melihatku suka berlatih tiap malam di sungai itu? Aku mencoba memasang wajah setenang mungkin, “Air bergerak aneh? Seperti ini?” Aku langsung membuat air dalam gelas yang ada di hadapanku bergerak ke atas, lalu kukembalikan air itu ke dalam gelas. Aku menatap Seo Yeon, dia tidak berkata apa-apa. Matanya terbelalak.

“Seo Yeon?”

“Oppa, jadi… selama ini… kau…” Seo Yeon kini benar-benar terkejut. Aku mengangguk, “Ne. Ingat, ini rahasia ya.”

“Jadi, kau benar-benar orang baik, oppa,” ujar Seo Yeon. Aku bingung, “Wae?” Belum sempat Seo Yeon menjawab seseorang langsung muncul di hadapan kami, “Hyung!? Kau kenapa belom tidur?”

“Sehun?” ujarku. Sehun menyipitkan matanya saat melihat Seo Yeon. “Hyung! Kenapa kau membawa yeoja tengah malam begini kemari!? Seo Yeon! Kenapa kau disini!?”

Aku menatapnya heran, “Sehun, kau? Kau kenal Seo Yeon?”

“Tentu saja aku kenal, hyung! Dia ini satu sekolah denganku. Dan asal kau tahu hyung, dia itu mantan yeojachinguku.”

-to be continued-

Komentar
  1. chanchen berkata:

    yaak! lagi enak enak baca langsung jleb “to be continued”… wkwkkww
    kecepetan nih, huhuhu. tapi asyik nih makin bikin penasaran aja!
    baru aja nongol si tehun, kok di sini dia gak cadel yah, awalnya doang? BEHAhahaha
    tehun mantannya teo yeon?? wuaahhh >.<
    bukan cinta segitiga ternyata! segi empat sodara sodara!!! 😀
    kalo entar nongol lagi si baek udah dah jadi banyak seginya. hahahaa
    sadeessss makin dibikin penasaran ama authornya.

    oh iya san, si seo yeon bintang iklan pocari yah, bawa sepeda mulu. hakhakhak. 😀

    • hakaer berkata:

      hahaha udah stres gw bikinnya ini banyakan mentok. Mending langsung terobos ae.
      Yah itu thehun ceritanya… ah udah ntar dah lanjutannya. Haha mau gw bikin segi 6 bos biar kayak logonya exo. Pocari… yang ‘kate si nari… ono opo to koe’ ya

  2. adhweet berkata:

    astaga kenapa segi 6 eh ? huaaa sedih dong gue..
    thor, itu jiyong-suho-seoyeon aja udah rumit, apalagi ditambah sehun ? baeki juga ? sekalian do juga ? astagaaaa
    kasian itu si seoyeon ckck kenapa oh kenapa seoyeon pake acara diserang namja-namja begitu ckck
    tapi mantep daaah ! hahaha daebak thor ! makin penasarn nih ah !

    chanchen : weeeey pocari sweat apanya huh ? -_____-

  3. ni wayan berkata:

    “Wah, ternyata aku lebih tua darimu, Joonmyeon-ssi Aku saja masih kelas 2 SMA.” typo tuh~ wkwk. Iya pocari sweat!

Tinggalkan komentar